Mantan juara dunia bulutangkis delapan kali, Rudy Hartono dinobatkan sebagai Pahlawan Asia (Asian Hero) oleh majalah TIME. Sebuah penghargaan dari media yang cukup bergengsi di dunia internasional yang diberikan kepada Rudy berkat prestasinya di bulutangkis yang sangat konsisten yaitu juara All England delapan kali, tujuh di antaranya berturut-turut. Selain itu ia juga merupakan tulang punggung Indonesia dalam merebut dan mempertahankan Piala Thomas.
Prestasi itu menempatkan Rudy sebagai orang kedua Indonesia yang memperoleh penghargaan Pahlawan Asia setelah Bung Hatta pada tahun 1987. Sebagai ungkapan rasa syukurnya atas penghargaan itu, Rudy Hartono semalam di Hotel Borobudur Jakarta menggelar acara syukuran dengan mengundang komunitas bulutangkis termasuk pengurus teras PB PBSI seperti Sutiyoso, Ferial Sofyan, Tan Joe Hok dan MF Siregar. Dari kalangan mantan pemain pun hadir diantaranya adalah Christian Hadinata, Hendrawan, Imelda Wiguna, Retno Kustiah, Susi Susanti, Rosiana Tendean dan Lanny Tedjo. Dalam sambutannya, mata Rudy berkaca-kaca, suaranya pun terdengar gemetar saat menjelaskan penghargaan yang diterimanya. Menjadi salah satu orang yang terpilih mendapat penghargaan membuatnya terharu. Apalagi disejajarkan dengan sejumlah tokoh di Asia. ''Sungguh saya terkejut, apalagi TIME tak banyak mengulas bulutangkis dalam rubrik olahraganya,'' kata Rudy yang kini menjabat salah satu anggota Staf Khusus/Akhli PB PBSI ini. Menurut dia, ternyata penghargaan itu berangkat dari penilaian majalah Time tentang prestasinya yang konsisten. Rudy memang legenda dalam dunia bulu tangkis. Hingga kini belum ada yang mampu menyamainya sebagai juara All England 8 kali. Bahkan belum ada cabang olahraga lainnya yang mampu mencetak atlit sehebat Rudy. ''Apapun penghargaannya sangat saya hargai,'' kata Rudy sembari menambahkan bahwa penghargaan dari TIME tentu lebih istimewa karena dia menjadi orang kedua setelah Bung Hatta yang mendapatkan penghargaan ini.
Rudy pun tak menampik bila syukuran yang dibuatnya ini sebagai tanda terima kasih kepada semua pihak yang berada dibalik upayanya meraih prestasi. Diceritakan Rudy, perjuangannya untuk memperoleh gelar juara All England sampai delapan kali tidaklah mudah. Apalagi kondisi bangsa kala itu secara finansial kurang mendukung. Rudy masih ingat, untuk membeli pasta gigi harus dengan uang pribadi. ''Tapi waktu itu diberangkatkan ke luar negeri saja sudah bersyukur, apalagi ada ancaman tak akan diberangkatkan lagi jika tak berprestasi,'' ujar Rudy. Ayah dua anak ini kemudian menggambarkan kondisi sekarang yang sangat berbeda di mana pembiayaan lebih mudah. Tapi yang membuat Rudy sedih atlet sekarang malah terkesan manja. ''Sudah disuapi terkadang untuk menelan saja sangat susah,'' kata Rudy. Begitu juga dengan hadiah yang disediakan. Rudy tak bisa membayangkan bila berjaya dimasa sekarang. Dengan menjadi juara 8 kali All England bisa menjadi jutawan. ''Tapi saya tak menyesal karena saya sudah menjadi jutawan meski dalam bentuk penghargaan,'' katanya.
Tatkala menerima penghargaan di Hongkong November 2006 lalu, Rudy mengaku sangat terharu. Ribuan pasang mata tertuju padanya. Padahal masa sekarang menjadi masa sulit bagi Indonesia ditengah isu yang tak menguntungkan. Bahkan majalah TIME sendiri dalam ulasannya mencantumkan Indonesia identik dengan produsen polusi dan teroris. ''Penghargaan ini membuat saya bangga, setidaknya mengharumkan nama bangsa ini,'' lanjutnya. Pada kalimat terakhirnya, Rudy sangat berterima kasih pada ayahnya, Kurniawan. Pasalnya ayah Rudy yang mengarahkannya untuk konsen di bulutangkis. ''Saat saya muda saya bisa banyak olahraga, bulutangkis, renang dan bola,'' kata Rudy. Juara dunia 1980 ini mengaku ayahnya meminta untuk memilih salah satu. Ketika dipilihnya renang, sang ayah melarang karena saingannya nanti berat, mereka berpostur dua meter dan Rudy kurang dari itu. Begitu juga bola, Rudy diminta untuk menghindarinya karena cabang olahraga sering diwarnai perkelahian secara keroyokan. ''Akhirnya saya pilih bulutangkis. Dari situ saya menilai bangsa Indonesia bisa unggul dan lebih berpeluang menjadi juara dunia di pertandingan perorangan, bukan beregu,'' tutur Rudy. (gun/analisadaily.com)
Jakarta, (Analisa)
Prestasi itu menempatkan Rudy sebagai orang kedua Indonesia yang memperoleh penghargaan Pahlawan Asia setelah Bung Hatta pada tahun 1987. Sebagai ungkapan rasa syukurnya atas penghargaan itu, Rudy Hartono semalam di Hotel Borobudur Jakarta menggelar acara syukuran dengan mengundang komunitas bulutangkis termasuk pengurus teras PB PBSI seperti Sutiyoso, Ferial Sofyan, Tan Joe Hok dan MF Siregar. Dari kalangan mantan pemain pun hadir diantaranya adalah Christian Hadinata, Hendrawan, Imelda Wiguna, Retno Kustiah, Susi Susanti, Rosiana Tendean dan Lanny Tedjo. Dalam sambutannya, mata Rudy berkaca-kaca, suaranya pun terdengar gemetar saat menjelaskan penghargaan yang diterimanya. Menjadi salah satu orang yang terpilih mendapat penghargaan membuatnya terharu. Apalagi disejajarkan dengan sejumlah tokoh di Asia. ''Sungguh saya terkejut, apalagi TIME tak banyak mengulas bulutangkis dalam rubrik olahraganya,'' kata Rudy yang kini menjabat salah satu anggota Staf Khusus/Akhli PB PBSI ini. Menurut dia, ternyata penghargaan itu berangkat dari penilaian majalah Time tentang prestasinya yang konsisten. Rudy memang legenda dalam dunia bulu tangkis. Hingga kini belum ada yang mampu menyamainya sebagai juara All England 8 kali. Bahkan belum ada cabang olahraga lainnya yang mampu mencetak atlit sehebat Rudy. ''Apapun penghargaannya sangat saya hargai,'' kata Rudy sembari menambahkan bahwa penghargaan dari TIME tentu lebih istimewa karena dia menjadi orang kedua setelah Bung Hatta yang mendapatkan penghargaan ini.
Rudy pun tak menampik bila syukuran yang dibuatnya ini sebagai tanda terima kasih kepada semua pihak yang berada dibalik upayanya meraih prestasi. Diceritakan Rudy, perjuangannya untuk memperoleh gelar juara All England sampai delapan kali tidaklah mudah. Apalagi kondisi bangsa kala itu secara finansial kurang mendukung. Rudy masih ingat, untuk membeli pasta gigi harus dengan uang pribadi. ''Tapi waktu itu diberangkatkan ke luar negeri saja sudah bersyukur, apalagi ada ancaman tak akan diberangkatkan lagi jika tak berprestasi,'' ujar Rudy. Ayah dua anak ini kemudian menggambarkan kondisi sekarang yang sangat berbeda di mana pembiayaan lebih mudah. Tapi yang membuat Rudy sedih atlet sekarang malah terkesan manja. ''Sudah disuapi terkadang untuk menelan saja sangat susah,'' kata Rudy. Begitu juga dengan hadiah yang disediakan. Rudy tak bisa membayangkan bila berjaya dimasa sekarang. Dengan menjadi juara 8 kali All England bisa menjadi jutawan. ''Tapi saya tak menyesal karena saya sudah menjadi jutawan meski dalam bentuk penghargaan,'' katanya.
Tatkala menerima penghargaan di Hongkong November 2006 lalu, Rudy mengaku sangat terharu. Ribuan pasang mata tertuju padanya. Padahal masa sekarang menjadi masa sulit bagi Indonesia ditengah isu yang tak menguntungkan. Bahkan majalah TIME sendiri dalam ulasannya mencantumkan Indonesia identik dengan produsen polusi dan teroris. ''Penghargaan ini membuat saya bangga, setidaknya mengharumkan nama bangsa ini,'' lanjutnya. Pada kalimat terakhirnya, Rudy sangat berterima kasih pada ayahnya, Kurniawan. Pasalnya ayah Rudy yang mengarahkannya untuk konsen di bulutangkis. ''Saat saya muda saya bisa banyak olahraga, bulutangkis, renang dan bola,'' kata Rudy. Juara dunia 1980 ini mengaku ayahnya meminta untuk memilih salah satu. Ketika dipilihnya renang, sang ayah melarang karena saingannya nanti berat, mereka berpostur dua meter dan Rudy kurang dari itu. Begitu juga bola, Rudy diminta untuk menghindarinya karena cabang olahraga sering diwarnai perkelahian secara keroyokan. ''Akhirnya saya pilih bulutangkis. Dari situ saya menilai bangsa Indonesia bisa unggul dan lebih berpeluang menjadi juara dunia di pertandingan perorangan, bukan beregu,'' tutur Rudy. (gun/analisadaily.com)
Jakarta, (Analisa)
No comments:
Post a Comment